Masyarakat selalu berubah, karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang dinamis. Akan selalu ada yang baru dari waktu ke waktu, entah dalam segi apapun. Salah satunya adalah dalam segi budaya dan gaya hidup. Dari masa ke masa yang selalu menawarkan perubahan yang menarik, budaya mulai menjadi salah satu korban pergeseran selera anak muda. Budaya lokal seringkali dianggap 'norak' dan 'nggak gaul', ketinggalan jaman, tidak pantas untuk masa sekarang. Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Jika ditilik lebih lanjut, maka kita akan menemukan bahwa kesalahan itu terletak pada diri masing - masing individu. Cara pandang terhadap budaya lokal mulai dipengaruhi sedikit - demi sedikit oleh kalangan - kalangan yang lebih mengagungkan budaya luar. Budaya yang sepintas memang terlihat keren. Maka, mulailah orang - orang berubah pandangan dan mulai memberikan tanggapan pro untuk budaya luar yang booming. Inilah letak kesalahannya. Karena individu - individu di Indonesia sendirilah yang ikut mengamini budaya luar untuk masuk bebas. Padahal, jika para anak bangsa tidak berpihak pada budaya Indonesia, siapa lagi yang akan memihaknya ? Tentulah budaya Indonesia akan menjadi kalah pasaran dengan budaya - budaya negara lain. Padahal jika para generasi ini mau membuka matanya dan mulai berpikir kritis, maka mereka akan menemukan bahwa budaya Indonesia adalah sesuatu warisan yang tidak kalah memukau dengan budaya - budaya lain. Bahkan seperti yang telah kita ketahui saat ini, Batik telah menjadi sesuatu yang mendunia. Banyak orang meminatinya. Baik dari dalam maupun luar negeri.
New Generation, New Taste, Immortal Culture ..
Generasi baru bolehlah memiliki selera yang baru. Tapi budaya bangsa itu sendiri, harus tetap dipertahankan. Jangan sampai hanya gara - gara mengikuti alur pasar yang baru, kita juga ikut melepaskan budaya kita sendiri.
Justru disinilah, generasi muda ditantang untuk pandai - pandai menyalurkan kreativitasnya, agar generasi muda bisa tetap mengikuti tren masa kini, tapi tetap tidak mengabaikan budayanya sendiri.
Labels: Articles, Color of Culture, School Contest VI
Masyarakat selalu berubah, karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang dinamis. Akan selalu ada yang baru dari waktu ke waktu, entah dalam segi apapun. Salah satunya adalah dalam segi budaya dan gaya hidup. Dari masa ke masa yang selalu menawarkan perubahan yang menarik, budaya mulai menjadi salah satu korban pergeseran selera anak muda. Budaya lokal seringkali dianggap 'norak' dan 'nggak gaul', ketinggalan jaman, tidak pantas untuk masa sekarang. Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Jika ditilik lebih lanjut, maka kita akan menemukan bahwa kesalahan itu terletak pada diri masing - masing individu. Cara pandang terhadap budaya lokal mulai dipengaruhi sedikit - demi sedikit oleh kalangan - kalangan yang lebih mengagungkan budaya luar. Budaya yang sepintas memang terlihat keren. Maka, mulailah orang - orang berubah pandangan dan mulai memberikan tanggapan pro untuk budaya luar yang booming. Inilah letak kesalahannya. Karena individu - individu di Indonesia sendirilah yang ikut mengamini budaya luar untuk masuk bebas. Padahal, jika para anak bangsa tidak berpihak pada budaya Indonesia, siapa lagi yang akan memihaknya ? Tentulah budaya Indonesia akan menjadi kalah pasaran dengan budaya - budaya negara lain. Padahal jika para generasi ini mau membuka matanya dan mulai berpikir kritis, maka mereka akan menemukan bahwa budaya Indonesia adalah sesuatu warisan yang tidak kalah memukau dengan budaya - budaya lain. Bahkan seperti yang telah kita ketahui saat ini, Batik telah menjadi sesuatu yang mendunia. Banyak orang meminatinya. Baik dari dalam maupun luar negeri.
New Generation, New Taste, Immortal Culture ..
Generasi baru bolehlah memiliki selera yang baru. Tapi budaya bangsa itu sendiri, harus tetap dipertahankan. Jangan sampai hanya gara - gara mengikuti alur pasar yang baru, kita juga ikut melepaskan budaya kita sendiri.
Justru disinilah, generasi muda ditantang untuk pandai - pandai menyalurkan kreativitasnya, agar generasi muda bisa tetap mengikuti tren masa kini, tapi tetap tidak mengabaikan budayanya sendiri.
Labels: Articles, Color of Culture, School Contest VI